Tentang Perempuan-Perempuan yang Samar dalam Sejarah

16.39.00 Unknown 0 Comments



Oleh: Egi H

Aku memang tahu, 
sejak dulu bangsa ini erat kaitannya dengan hierarki patriarkal
di banyak daerah
di banyak wilayah
pria adalah wujud paling tepat menggambarkan pemimpin kuat.
Iya, tidak terbantahkan lagi. 
Aku tahu.

Aku dapat mengerti jika dengan hipotesis semacam itu 
Tidaklah mengherankan muncul tokoh proklamator, tuan besi, juga pemikir cerdas 
yang menghiasi 
pelajaran sejarah di sekolah-sekolah
dari SD sampai Madrasah Aliyah
dan semua tokoh itu jelas berasal dari kaum Adam saja.
Tapi aku dapat mengerti. Aku bisa berkompromi.

Sebagai perempuan yang begitu kagum dengan pemimpin bangsa terdahulu, 
aku boleh bangga, 
sebab aku lebih skeptis dari kebanyakan rakyat Indonesia pada umumnya.
Selain nama lengkap, riwayat pendidikan,    dan tanggal kelahiran yang aku hafal di luar kepala
justru aku lebih tertarik dengan istri mereka
sebutlah saja
Ibu Fatma, Ibu Tien dan Ibu Ainun


Pernah ada hari dimana negeri tidak berkesempatan merdeka pada tujuh belas Agustus 
kalau saja Ibu Fatwa terlambat menjahit bendera pusaka.
Sayangnya, itu gagal terjadi. 
Ibu Fatma terlalu tangguh dan kuat di saat Sang Singa podium kurang enak badan shubuh pagi menjelang proklamasi.
Aku tahu.
Aku tidak melupa. 

Untuk hal kecil yang dilupakan,
Untuk peran vital yang terlewatkan
ada sosok Perempuan yang tegap berdiri
di belakang Pria hebat yang rezimnya sering disebut tirani.
Begitulah Ibu Tien, 
aku tidak bisa membayangkan setegar apa hatinya
sehebat apa caranya bicara
menjadi yang paling sering berada bersama orang nomor satu Indonesia, pada waktu itu. 
Aku berani jamin, banyak sekali keputusan besar yang diambil Soeharto terlebih dulu lewat saran dan masukan Ibu Tien. 
Mungkin, dialah pemimpin sesungguhnya.
Aku mengira. Aku tidak mau memperdebatkannya. 

Ini masih segelintir,
dari begitu banyaknya sosok yang seolah diabaikan
tanpa pernah kita memberi sedikit saja 
rasa kagum pada mereka.

Ah tentu, belum lagi Ainun. 
Betapa hebat kisah cintanya dengan bapak Habibie. 
Begitu tulus simpul senyumnya
begitu besar pengaruhnya
menepuk-menepuk pundak bapak kita Habibie 
ketika Timor-Timor lepas
dan seluruh penjuru negeri mencaci maki. 
Ah, Ibu Ainun. Kalau aku yang ada di posisi itu mungkin aku sudah kabur 
menghilang dan mencari suami baru
rasanya besar sekali beban yang dipikul menjadi istri kepala Negara. 
Aku tahu itu. 
Aku mencoba merasakannya.

Begitulah perempuan, 
begitulah ibu-ibu kami
yang bagai tanah kaki memijak
menopang apa saja
tanpa banyak bertanya kenapa.

Masih banyak, 
Indonesia masih punya perempuan hebat
Walau diskriminasi gender tidak akan pernah hilang secara konkret
mereka akan selalu muncul dari penjuru sepi,
sukmanya tidak pernah diketahui
selalu terlambat dipahami
dan
yang terpenting 
tidak pernah mati.

Ibu Inggit masih di sini, 
Kartini, Nyai Ageng Serang, Ratu Kalinyamat
Mereka semua tidak terkecuali
adalah besar yang dilihat kecil
tapi tidak pernah cukup ada sanjungan
Untuk perempuan-perempuang yang sering terlewatkan dalam tapak sejarah Indonesia kita.
Aku mengerti. 
Aku mulai memahami. 
Oh amuk-amuk sepi
(29 Oktober 2015)



0 komentar:

Sedikit Tentang Cinta

16.37.00 Unknown 0 Comments

Oleh : Lysandra Zulfa

Cinta itu bukan rasa. Cinta itu bukan buta seperti yg kebanyakan orang katakan. Tapi cinta itu kesepakatan.

0 komentar:

Bahagia Berada

16.36.00 Unknown 0 Comments

Oleh: Wahyu Dwi Aditya

Kadang aku punya segudang tanya.
Apa itu bahagia? Air mata bunda melihat kita lahir di dunia?
Seringai balita memperhatikan tepukan kita? Tapi apa sebenarnya itu bahagia?
Parahnya bahagia seperti fatamorgana, seolah ada namun kapan bisa mencapainya?

0 komentar:

KACA

16.25.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Sabda Vilodhia Gusti

Sepatah dua patah tak cukup bicara
Untuk menjadi karya sastra.
Semuanya hanya bisa disimpan dalam lembaran lembaran putih banyak makna

Bagaikan malam tanpa bintang
Sunyi menyatu bersama kegelapan
Bagai macan tanpa dikandang

Liaarr! Tanpa batasan 
Berlari tanpa tujuan
Namun,kapan dan dimana 
Macan macan tangguh hebat mampu menemukan kandangnya?

Lalu muncul orang yang peduli..
Orang - orang hebat..
Orang-orang berdarah seni..
Dengan sejati mencipta komunitas kaca
Kata bicara...

Berani bicara berani berkarya . 
Musikalisasi puisi,bernyanyi ria, ataupun ber drama.
Apapun,
Untuk apresiasi sastra dan budaya


Sebuah kandang yang penuh warna
Bersatu saling komunikasi 
Berkarya dalam produktif
Saling mendukung berbagi inspirasi
Untuk mengekpresikan diri penuh menghayati

Berdenyut nadi penuh motivasi 
Ingin mengekpresikan seni dalam diri
Jangan sungkan
Salurkan, tuangkan 
Pantulkan sinar bak berlian 
Di kaca;
Kata bicara...
                                  24 october 2015
Vilodhia Gusti

0 komentar:

Yang Dicari

16.22.00 Unknown 0 Comments

Karya : A. Widi Nugroho

Seberapa sering kau main jauh?
Seberapa Sering kau pulang malam?
Tapi tak dapat yang kau cari
Tak dapat yang kau mau
Tak nemu secuil pun tentang penggambaran dirimu

Pikir lagi
Coba pikir lagi
Jangan dulu jadi semut yang lepas dari barisan

Kalau jemarimu mau menggambar
Kemarilah
jangan biarkan kanvas itu kosong
jangan biarkan kuas itu kaku
Lalu cat warna hanya sekedar warna
Tak punya arti

Kalau jemarimu mau menulis
Kemarilah 
Jangan biarkan kertas dan pena 
Hanya jadi sekedar pasangan serasi
Tapi tak saling melengkapi

Kalau hasrat sudah tak terbendung
Mulut mu sudah tak sanggup untuk diam
Kemarilah.
Jangan hiraukan suara sumbang mu
Jangan takut tak digagas
Disini para penggagas
Dan jangan takut hilang
Sudah tak apa culik berlalu lalang
Bersuaralah yang lantang.

Kalau hatimu sudah tak mempan
Kaku karena apresiasi apresiasi basi
Yang seenaknya mereka karang sendiri
Yang sekedar tuntas atau tidak tuntas.
Kemari lah, mainkan, tunjukan.
Tangan ini akan serempak bertepuk lebih keras dari biasanya.
Sampai kau tersenyum
Lalu sadar, kau dapat apa yang kau cari

11/10/2015

0 komentar:

Puisi ini Bukanlah Aku

22.11.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Egi Heryanto

Kekasih, jadilah sebotol beer atau lilin yang ditiup
yang membekas dan memabukkan
tinggi mimpi-mimpiku kepadamu. 
Biar gelap dan aku lupa
bahwa yang tidak selesai dari kita
memang cukup di sini saja. 
Kekasih, jadilah sebotol beer atau lilin yang menyala
biar terang dan bukan remang
lalu aku bisa melihat semua
sebagai hal yang seharusnya sederhana
tanpa pernah serepot ini 
merawat sepi yang kau beri
sedang jauh di sana
kau sibuk sendiri
dan aku bukan perihal yang penting
untuk sekadar kau cemaskan keberadaannya.

Maka Kekasih, malam ini
Izinkan aku sekali saja
menenggak beer yang entah sekarang sudah botol keberapa
biar aku pusing, dan bukan lagi tentangmu
biar aku lupa
biar aku terlelap
Kau jangan mengkhawatirkannya.
Ah iya, kau memang tak pernah mengkhawatirkannya.
(Aku sudah tinggi)

0 komentar:

Masa Depan

22.11.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Pilatus Editya 

Kata demi kata aku lontarkan
Puisi demi puisi aku bacakan
Tapi maaf,
Hal tersebut bukanlah harapan dan juga perpisahan.

Hari ini tulangku bergetar,
Hari esok hatiku berdebar,
Sebagai orang terdekat, dan mungkin sebuah penghambat.

Bagimu, jika aku istimewa,
Bagiku, kau memang istimewa
Namun, sekali lagi ~
Maaf, karena kita adalah sahabat
Atau masa depan yang belum terlihat

0 komentar:

Rindu kaku pada buruh

22.10.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Widi Nugroho

Ini aneh,
Saat jauh aku rindu,
Saat terpisah waktu aku rindu,
Saat mengingat mu itu aku rindu,
Kau sibuk memburuh aku menunggu. 
Tapi saat bertemu semua terasa kaku,
Tak sedikitpun keluar gelora rindu.

Apa semua perindu seperti ku?
Apa semua perindu selalu kaku saat bertemu?
Atau hanya pertemuan rindu ku yang seperti itu

Lambat lambat aku paham,
Pertemuan rindu ini terganjal sesuatu
Membuat semuanya terasa kaku.
Kemarin kau datang sebagai obat rindu ku,
Dan aku hanya terpaku menikmati rindu yang sedikit tersapu.
Karena aku tau pertemuan ini akan cepat berlalu,
Nyatanya sore ini kau balik memburuh, 
Berpuluh puluh kilometer jauh.
Dan aku disini akan terus jadi perindu mu.

0 komentar:

Kenangan tengah malam

22.08.00 Unknown 0 Comments

Karya: Puspa Rahayu

Pukul 00:15
Mataku masih terbelalak mengintai kenangan yang beterbangan keluar dari kepala.
Ku amati satu per satu dari yang samar sampai yang jelas tampak.
Tergambar di langit-langit sepasang mata yang pernah serius menatapku. Pernah.
Terlukis di dinding senyum yang pernah tulus menghiburku. Pernah.
Terdengar pula serangkai kalimat yang pernah berucap menenangkanku. Pernah.
Semakin nyata saja, seperti kamu benar hadir disini.

Pukul 02:18 
Kupikir cukup lama waktu berlalu hanya untuk mengingatmu. 
Huh. Untuk apa.
Kutangkap satu satu kenangan yang tadi beterbangan keluar kepala.
Kujadikan satu, kubungkus dengan harapan.
Kusimpan, tak akan hilang.

0 komentar:

Hanya Dengan Lelap.

01.07.00 Unknown 0 Comments

Karya; Akbar Daffa Raharja

Diingat berat. Tapi, memang inilah adat jatuh cinta yang fana. 
Cinta yang tak teranggap membuat mata ini terperanjat. Mulut mengulum umpatan penyesalan yang tak berani terucap. 

Yakinkan saja, bahwa kopi adalah teman pelarian setiap kesendirian atau Puspa wanita imajinasi yang tak pernah hadir mendampingi. Tapi untuk kali ini atau hanya untuk masalah ini, Puspa dan Kopi sudah beranjak dari benak, tak mampu menanggungnya. Walau Puspa sudah dilumat basah dan Kopi disesap habis. Dirinya masih kering, dingin dan utuh. 
Aku lumpuh.

Kenapa kau selalu hadir tapi aku tak pernah bisa berkata
'apakah ini takdir?'
Tidak, kita tak pernah tau apa itu takdir.
Bayanganmu bak senja yang menyeka peluh dan bayanganmu juga yang selalu membangunkanku sebelum shubuh
tapi aku tak pernah merasa ada aku yang tumbuh. Padamu.

Atau hanya aku? Yang terlalu berharap, mungkin ku pastikan saja mulai kopi yang terakhir. Kumatikan lampu kamarku, biar aku terlelap cepat, bayangmu tersesat dan aku tak terlalu banyak mengharap. 


Hehehe

0 komentar:

Titik

00.44.00 Unknown 0 Comments

Oleh; Dyah Ayu D S S

 

Untuk penikmat Selasa malam yang remang,

Selamat malam

Kau adalah titik,aku adalah koma.

Kau meminta berhentiaku meminta bersabar 

Tapi SayangTuhan punya kehendak lain untuk mengakhirisesuatu dengan titik.

Aku harap tak ada konjungsi yang menggantikan komauntukbertemu titik,sekompleks apapun kalimatnya.

Di suatu saat Kasihmungkin koma menjadi tanda yang menyebalkan karena menggantung dan tak tahu kepastian

Tapi koma akan melanjutkan ceritanya tanpa hentisaat komadan titik itu aku dan kau

 

Entah bagaimana aku beribadah dengan Tuhan, yang menurutmu solehah atau tidakaku selalu menyelipkankesuksesan dan kebahagianmu

Aku berharap ada bagian dari diriku yang tertinggal danberkembang dalam tubuhmu

Bagian tubuhmu?Jangan kuatir,kusimpan baik-baik danberkembang seiring rasa sakit.

Aku masih koma nyatanya kau memang titik

Aku masih berbisik pelankau meninggalkan perlahan

Kalau kau sudah menemukan konjungsi yang mengalahkankoma,

Aku turut berbahagia,aku akan kuat-kuat mengucapkan jangansia-siakan dia”.

 

Wonosobo, 20 Oktober 2014


0 komentar:

Karena Kopi,Kuseduh Sepiku

00.43.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Novan Dwi Saputra

Malam tetaplah hitam bila kau tak datang saat senja manisku. Hitam? Pekat? Kelam? Mungkin semua karena kusebut malam itu selalu kelabu. Apakah hanya perihal kamu; aku bisa merasakan pedihnya rindu? Ah sudahlah, memang kamu itu sendu yang selalu saja ingin ku tatap dengan ragu-ragu. Aku adalah ambigu, tak tahu apa yang harus ku tuju.

Kau selalu saja menjadi alasanku saat gagal menyambut pagi, karena saat malam menghantui, ada saja bayangmu yang seolah tak ingin pergi. Apakah aku depresi? Rasanya tidak, hanya saja sesekali ku ingin merasakan kenyamanan pada suatu sedih. 

Ya, kali ini aku sepenuhnya kalah.  Malamku merasa selalu terjajah oleh kau; yang kusebut dengan gelisah. 

Tak lupa kunikmati kopi yang kuseduh dengan sedih ini, hingga akhirnya aku bisa lupa akan sepi, yang selalu datang dini hari.

0 komentar:

Dibuatnya Mereka Lupa

19.09.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Egi Heryanto

:Perantau


Untuk mereka yang memutuskan angkat kaki dari apa yang disebut rumah. Walau langkah kaki terasa berat melangkah,
juga rasa takut serta kekosongan diri
dan perenungan dalam hening malam sepi
tapi akhirnya sanggup
dan pergi
meski mimpi-mimpi tentang bersama kawan lama membentuk cerita dan kebohongan
lebih terlihat menjanjikan

Untuk mereka yang berani keluar dari hangat ketiak ibu,
Tertawalah
biar lupa sebentar
biar hilang rasa terbentur
dan kerasnya hidup yang lebih sering
menjadi renungan tengah malam
tanpa banyak jalan keluar.


Untuk mereka yang diam-diam cemas terhadap pilihan
tapi tidak sampai menyesal
sebab sudah dijual masa mudanya
disimpan pada hari yang masih nanti
setelah apa yang dilakukan terbayar
dan hening bukan lagi hening
dan dingin bukan lagi gigil
dan hangat bukan lagi peluk
Maka, berbahagialah
berdiri dengan tegap tanpa takut 
diterpa apa yang lebih angin dari badai
atau 
apa yang lebih mati dari maut

Untuk mereka yang berani merantau
untuk mereka yang lupa caranya menangis
tersenyumlah
sebelum daun tanggal
dan kita gugur bukan sebagai pahlawan


Untuk mereka yang hidup sendiri
dan lupa rasanya
didekap tanpa pretensi
atau tidak lagi mendengar derap langkah kaki
tertawalah....
dan kita
kau juga saya
akan saling lupa
bagaimana rasa sakit bisa sesederhana itu
sebab kita tidak lebih seutas tambang
yang terentang
antara melanjutkannya
atau
mati muda.

*

Dan beginilah,
dan tertawalah
dan binasalah
Mereka
.

(Cipete, 15 Oktober 2015)








0 komentar:

Sia-Sia

00.33.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Abdul Latif RF

Kusobek harga diri untuk yakinkan hati
Berselimut peluh menyikap sekujur tubuh
Terbelit penat hingga mampu memeras keringat
Bahkan menyayat jantung hingga mati dalam relung
Tapi kau anggap semata
Kau bilang itu hanya
Malah kau kira aku bercanda
Haruskah arwahku yang berkata?
Haruskah batu nisan yang mengatakan?
Akankah menanti saat nafasku terhenti?
Rupanya kau mengilhaminya
Namun kenapa?
Sedang ku, pun jera tak pernah kurasa

Wonosobo, 19 September 2015

0 komentar:

Tinggal Bekas

21.13.00 Unknown 0 Comments


Oleh: A Widi Nugroho

Ingat saat hujan milik kita berdua?
Kau tetap menyala untuk ku

Ingat saat jalan pagi yang terang milik kita berdua?
Sinar mu tetap paling terang bagi ku

Masih bisa kau rasakan saat tengah malam milik kita berdua?
Cahaya mu benar benar nyata untuk ku

Ingat saat akhir kau ku bagaikan lilin?
dan ketika itu juga kau putuskan untuk padam
Susah ku menahan angin yang menghampiri mu
Hati mu sudah bulat untuk padam

Dan semua sudah terlanjur, kau sudah menyala, meleleh, kini tinggalkan bekas yang tetap ada di terangnya pagi, derasnya hujan, dan gelapnya larut malam

0 komentar:

Paku Payung.

21.51.00 Unknown 0 Comments

Karya: Akbar Daffa Raharja

Selamat gerimis, manis.
Ini hujan pertama kita 
Akan kubuatkan secangkir teh untukmu dan kopi untukku. Aku lupa kapan terakhir kita merasakan ini.
Kapan kopi dan teh berpadu menghangatkan rindu tubuhmu.

Biar aku menerka.
Hai, manis. Sudah berapa lama menanti hujan? 
Selama itu kau menjadi paku yang menancap kedalam pedihnya rindu masa silamku.

Akhirnya hujan,
tapi aku lupa payungku.
Bolehkah aku mencarimu? 
Bolehkah aku menemuimu?
Kaulah paku payungku. Setubuh —dua ringkuh. 
Biarlah aku berteduh.

Kau ini seperti paku yang tenggelam dalam kayu. 
Semakin tenggelam semakin tajam. Semayam di debar dadaku.

Rinduku-ujungmu menghujam.
Seperti payung pada paku yang terpasang, tidak juga hilang. 

Kau ini... Sudah cukupkan, tak terdefinisikan.
Tak terbantahkan.
Paku payungku.


0 komentar:

Belum sampai,Cantik.

21.17.00 Unknown 0 Comments

Karya:Akbar Daffa Raharja

Boleh,aku memujamu dalam diamku
Tak sanggup aku mengutarakanya.
Hai cantik. Aku masih dengan kopi yang belum tersedu.
Kau datang dengan dirimu yang telah menjadi remah,dari cinta yang berkisah.
Akan kusedu kopiku untukmu,tak apa aku serahkan semuanya biar kita bersama sedikit lebih lama.
Aku tak tau,harus apa,aku biarkan kopiku mengasap membelai indahnya wajahmu. 
Aku merasa tenang. 

Satu dua tiga lima belas,kopiku belum juga kau balas. Masih mengasap manja membelai wajamu yang sedikit sayu dengan kenanganmu. 
Sekali lagi aku mencoba mendekatimu,memujamu dan sedikit membakar adrenalinku "aku cinta kamu sejak dulu" 

"Aku masih seperti dulu,masih mencintai dirinya,terimakasih kopinya semoga kita berjumpa lagi dikopian" 
Katanya,menusuk pelan membunuh harapan. 

0 komentar:

Kecuali,jika ini benar terjadi

21.16.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Egi Heryanto 

Awalnya aku akan bertanya kenapa aku bisa menyukainya. Mencari jawaban dan alasan apa saja yang masuk akal untuk menjelaskan bahwa aku tidak sedang tertarik pada perempuan selain Corine. 

Ketika tidak menemukan jawaban atas pertanyaan yang aku cari. Aku akan menerka-nerka, seperti apa nanti jika aku bersamanya. Tidak, tidak! Hal yang lebih sederhana dulu. Mungkin, aku akan mulai dengan membayangkan bagaimana kalau aku dan dia duduk satu meja. Saling bertatap mata lalu membicarakan apa saja yang ada di kepala. Pada saat bersamaan aku juga akan menganilisa bagaimana dia, seperti apa sifatnya, dan tidak lupa mengamati wajahnya. Menggali segala macam hal yang bisa aku dapat dari pertemuan itu. Aku akan pulang sambil membawa sebuah kesimpulan awal tentangnya.

Berikutnya, yang terbesit adalah  bagaimana kalau aku lebih dari sekadar menyukainya, naik ke satu tingkat lebih tinggi; tepatnya, jatuh cinta. Aku membayangkan, bagaimana dia juga sama tertariknya padaku dan jatuh cinta sejak perjumpaan pertama itu. Sampai pada titik, aku dan dia memilih bersama.

Aku akan membayangkan bagaimana nanti saat kita sudah berdua. Akan ada banyak sekali waktu dan itu tidak bisa dilewatkan beberapa detik saja untuk tidak menciptakan kenangan agar di waktu yang lain aku dan dia bisa mengingatnya. 

Ada banyak sekali cara untuk mengabadikan setiap masa dengannya. Barangkali, aku akan mengajaknya pergi ke sebuah bengkel, membetulkan vespa kakekku. Setelah itu, kita akan menaikinya. Berkeliling, pergi terlalu jauh, sampai kita tidak tahu sedang berada di mana. Dia akan merasa kehilangan arah, sementara aku? sudah tersesat di balik hangat isi cardigannya. Kita memilih hilang, suwung dan berharap tidak ditemukan siapa-siapa.

Aku akan membiarkan alam menjadi satu-satunya saksi kita menyusun sebuah cerita. Berharap di tengah jalan hujan turun, membiarkan tubuh kita sama-sama basah terguyur. Saat itu aku akan membiarkanny benar-benar kedinginan lebih dulu, dan barulah aku; satu-satunya cara dia menghangatkan tubuh. Pelukan kita akan bercampur dengan air hujan. Namun aku tetap hangat yang rengkuh. 

Lalu sore datang. Aku akan membawamu ke tempat terbaik di kota untuk melihat senja turun perlahan. Kita akan menjatuhkan badan di atas rumput yang terasa seperti kasur empuk lantas menghadap langit berwarna merah keemasan setelah hujan. Memaknai setiap detailnya, sampai lupa kalau malam mulai datang. 

Aku akan mengajaknya ke sebuah perpustakaan, menemani menghabiskan buku-buku yang sudah aku pilih sebelumnya. Kita akan duduk di sebuah kursi kayu dalam waktu yang lama sambil bercerita dan membahas banyak hal tentang hidup. Aku juga akan membuatkannya sebuah kopi. Tapi kalau dia tidak suka karena alasan tertentu, aku akan membuatkannya teh hangat. Menyesapnya sambil bermain tebak-tebakan dan melihat bintang meredup sesekali hilang dari atas balkon rumahku. 

Selepas itu aku akan mengantarkannya pulang, dengan sebotol beer di tangan kanan. Mobil sedan tua melaju, sambil memutar lagu-lagu yang kita suka. Dia tersenyum begitu manja.
Lalu,
Di depan rumahnya, ciuman adalah sebuah akhir dari pertemuan, juga hal-hal yang terlalu imajiner untuk seorang penulis yang terbangun di Minggu siang karena hujan. *

(Jakarta, 11 Oktober 2015 11:53)
• Karena alasan tertentu, imajinasi saya di luar kendali. Superego yang ada di alam bawah sadar membuat saya menghasilkan tulisan ini. 

0 komentar:

Serela-relanya

03.07.00 Unknown 0 Comments

Karya: Puspa Rahayu

 

Aku sudah bosan

Mengamati sendiri

Memandang kamu pergi

Tersisa rasa yang mengerak menjadi luka.

Aku rela..

 

Batin berucap mulut bersaksi

Ada yang terjadi,

Aku rela..

 

Kakiku bergetaringin mengejar.

Jelas tak mungkin

Leherku tercekikingin teriak.

Jelas tak mampu

Dada terpekiksemakin sakit

Kamu pergiaku rela

 

Hati berontakaku terdesak

Ini dusta!

Serela-relanyaaku tak rela.

0 komentar:

Dongeng Lampu

03.05.00 Unknown 0 Comments


 Karya: Puspa Rahayu
 
Cahaya lampu kuning masih bersinar tepat diatas kepalaku
Menyinari apa yang masih bisa ia sinari
Memberi terang yang tenang
Walaupun warnanya. Ya, mungkin buruk
Maaf. Bukan buruk
Hanya saja sedikit aku tak suka, ku katakan.
 
Batinku tiba-tiba berucap, membawa mataku untuk menatap
Aku tak suka. Tapi dia tetap bersinar, bahkan menerangiku
Aku diam
Masih diam
Belum ada jawabannya
Kutatap sekali lagi,
Kupandang dalam-dalam.
Mengapa bisa?
Lagi, kutatap lebih dalam
Tanda tanya semakin nampak
 
Samar batinku menjawab tanyanya sendiri
Oh, begitu
Dia ternyata sama, sama dengan diriku
Aku dan dia, lampu kuning itu. Sama
 
Tak peduli sukakah kau denganku, perlukah kau akan diriku-hadirku-sapaku.
Ternyata aku juga masih disini,
Menyinari, mengamatimu dengan cahaya kuningku yang membosankan,
Yang bahkan kamu tak suka
Sinarnya akan semakin meredup, tentu.
Bahkan seketika mati jika kau tega cabut sumbunya.
 
Biarkan aku masih bersinar disini,
sampai akhirnya cahaya ini; cahaya untukmu menjadi redup dan mati
dan kau tanggalkan digantikan dengan yang baru.
Menjadi akhir dari dongeng sang lampu.

0 komentar:

Kenalkan;Senja

21.56.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Novan Dwi S 

Kamu tak jarang membuat canda dalam terang malammu, dan aku tak sering melakukan tawa saat gelap siangku. Kita memang jenaka bila senja datang, dan berkurang menjadi petang. Kamu tahu mengapa senja menyebut kita jenaka? Maksudku kau. Karena dia tau, kita tak lebih dari sebuah pagi, yang terus menerus mengejar siang, sedangkan siang terus mengikuti malam. Lalu dimana senja? Oh maaf, sebenarnya aku adalah senja; ya, senja. Kau berperan sebagai siang yang menginginkan malam, dan aku hanya sebagai perantaranya. Senja."

0 komentar:

The 100 words of a love story

21.55.00 Unknown 0 Comments

Oleh: Sagita Difa W

Darling,
you have a beautiful eyes,
awesome wavy hair, 
and sexy tanned skin

You are special to me, 
I love your longlasting sweet smile
I dont wanna make you sad
You can't pursed your lips
I will make you smile
Forever

So, you will be the last for me
You're mine and i'm yours
Darling, 
You will always live in my heart
You will always beside me too! Yay!
I get to see you every day, every night, every time
And you are the king of my castle, now
Because
You are the 5401171207'5
of my death-bloody-human-doll

0 komentar:

Is=Me

21.53.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Egi Heryanto

Aku ingin menulis, 
tapi takut dianggap sok puitis
lebih-lebih dicap retoris
atau yang palih parah 
diledek sok romantis. 
Maka, aku pilih menangis. 

Aku sudah menangis, 
tapi mereka masih saja kritis
mencari kesalahanku,
yang seolah tidak pernah habis.
ketika menyanggah, aku malah dibilang sok dramatis. 
Maka, aku pilih egois. 

Aku sudah egois,
tapi dianggap tidak humanis.
yang lain bilang aku apatis,
kurang kritis dan skeptis. 
Mereka tertawa,
katanya hidupku sangat ironis.
Maka, aku pilih dinamis. 

Ketika sudah dinamis, 
masih saja salah premis, 
mereka tetap anarkis
layaknya orang-orang fetis.
Dibilangnya aku tidak asepsis, 
punya paham solipsis dan seorang ateis.
Maka, aku pilih statis.

Aku sudah statis, 
diam dan sangat ritmis. 
menjadi fonetis dan linguis. 
tapi masih dikecam terlalu melankolis. 
kata mereka aku laki-laki sifilis, zimosis,
dan sakit enuresis.
Maka, aku pilih gerimis.

Sudah jadi gerimis, 
hujan yang jatuh tipis-tipis. 
Masih saja dihujat mereka, 
yang layaknya residivis
karena separatis 
dan sitolisis. 
Maka, aku pilih canabis.

Sudah menyesap canabis, 
aku malah pusing soal diatesis
juga terhadap mereka yang tidak apologetis. 
Sebentar lagi, 
hidupku akan berakhir tragis, 
mati sebagai seorang morfinis.
Yang pernah tersenyum pada hal-hal tidak empiris, 
dan dikenang sebagai 
orang yang optimis. 
Persetan! Aku tetap ingin menulis. 

(Jakarta, 10 Oktober 2015)

0 komentar:

Aku sumpah serapah desah.

10.50.00 Unknown 0 Comments

Karya:Akbar Daffa Raharja
.
Mereka bilang aku ini bocah.
Mereka bilang aku ini tak bisa hasilkan rupiah.
Mereka bilang tugasku hanya sekolah.
Kamu anak yang aku harapkan. Kata mamah.

Hei. Sudah.
Aku ini lelah.
Aku ini sudah bersusah payah
Aku ini bukan sampah yang hanya mengeluh kesah.
Aku ingin buktikan tapi selalu disanggah

Hei. Sudah
Malam sudah terlalu larut jangan paksakan untuk menjadi basah
Biarkan saja bualan mereka tai jerapah.

Hei. Sudah
Ini sudah pukul 4 lewat setengah. 
Shubuh bukan untuk saatnya resah.
Aku ini bukan tuhan,yang berkata jadi maka jadilah.
Aku ini bukan lentera yang siap menyala merah.
Kata setan aku ini korban kondom pecah.
Bantu Carilah makna ku dalam lemari merahmu. Iya milikmu,dihati merah.
Aku ini tukang desah ah. Yang ingin mencari siapa aku dari kisah kesah.
Ah aku yakin ini tidak buruk. Ah

Tengah malam 7Oktober 2015,Surakarta 

0 komentar:

Salah Sasaran

10.45.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Widi Nugroho

Sepahit pahitnya kebaikan yang tak terbalaskan, tak ada kebaikan yang berujung pahit kalau tidak salah sasaran. Diabad ini pilih pilih untuk berbagi kebaikan, tak masalah. karena dasarnya robot tak akan punya hati, atau  makin banyak manusia tak berhati? Berhati - hati lah

0 komentar:

Sesalahnya-salahnya Rela

10.43.00 Unknown 0 Comments

Karya; Kaka Cahea Caradhiki

"Hay" kataku
Dan "Hay" katamu
Hening, lalu beranjak kau.
Seribu enam ratus sembilan kata dikepalaku, andai kau tau.
Mungkin kau tau tapi tak mau tau.
Atau kau benar benar tak tau.
Entah, biar aku menunggu.

Sembilan ribu delapan ratus sembilan belas kata.
Aku tulis di 16 lembar kertas.
Terikat dikaki merpati, dan terbang ke kau.
Belum sempat jauh, dan kupanggil merpati.
Maaf aku tak sanggup
Atau kau senang akan ke tak mampuanku.
Entah, siapa yang tau.

Benar, tidak pasti itu sebenar-benarnya hal.
Bisa kau ramal, dan benar.
Maka beruntung, atau sial karena betul?
Bisa salah, dan kau tertawa.
Senang karena kau masih manusia
Kau rayakan, pergi ngopi, kau suka bukan?
Entah, aku tak ngerti.

Harus beranjak bergerak.
Tidak, aku tak menggertak.
Semesta pun bergerak, berkerja dikediamannya.
Kelak bisa kok kembali, asal kau mau kujadikan rumah.
Jika tak mau, biar izinkan aku bermain
Atau sekedar mampir, kembali mengajak kau ngopi.
Entah, mau kah kau?

Kau tak mencocok hidungku, tapi aku yang lakukan.
Kau bukan alat siksa, tapi aku yang menyiksa diri menggunakanmu.
Benar, tidak ada yang memaksa.
Aku sukarela.
Aku gila. Biar, bebas.
Aku lagi mabok! Mabok cinta!
Ah dasar remaja aku, dan dasar dewasa puan.

Wonosobo, 5/10/2015

0 komentar:

Kebebasan Makna

10.40.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Novan Dwi S

Jika seni itu syarat akan makna, sepertinya aku sedikit ragu. Toh kita hidup di dunia yang tidak bermakna bukan? Lalu, hal apalagi yang kau sebut itu memiliki sebuah makna? Kalau bukan kita sendiri yang membuat hal-hal konyol,menjijikan,tak bermutu itu menjadi hal yang mempunyai suatu makna tersendiri yang kadang hanya sekedar makna tersirat.

0 komentar:

Di Tempat yang Sama

10.36.00 Unknown 0 Comments


Oleh: Sabryna Ihza R


Aku tak pernah mengira alasan jantung ini berdetak adalah kamu
Aku tak bisa membayangkan jika mimpiku yang sempurnah berujung kepahitan

Carilah aku, temukan aku, di tempat kau meninggalkan aku.
Atau kau bisa pergi, dan jangan kembali. 
Karena perkara sepi, pun aku enggan berbagi (?)

0 komentar:

Membunuh Seorang Penulis

10.32.00 Unknown 0 Comments

Karya: Egi Heryanto

Di hadapan kata ada kopi,
segelas penuh 
dan belum terseduh.
mereka suka bertengkar di kepala seorang penulis
seperti anak kecil berebut mainan baru.

Di hadapan kopi ada kata, 
selusin frasa
dan belum bernyawa.
Mereka kriminal kambuhan
keluar masuk di kepala penulis,
tapi tidak pernah jadi apa-apa.

Di hadapan kata dan kopi ada saya,
penulis muda
yang kecewa.
Sebab kata hilang sebelum ditangkap, 
dan kopi mendadak habis sebelum disesap.

Di hadapan saya ada kopi dan kata,
menjelma dia
yang fana.
Lalu mereka tertawa
melihat saya binasa
dalam rasa
tidak percaya
bahwa
dia
masih ada
dan sebegitu nyata
.

Jakarta, 4 Oktober 2015

0 komentar:

Untuk Lelaki Yang Terdiam (Desfizar)

20.52.00 Unknown 1 Comments

Untuk Lelaki Yang Terdiam


Ingatkah pertama kali kita berbincang?
Disitu, aku merasa senang.
Aku tidak sendiri, aku dapat berkata-kata.
Aku pun bahagia tatkala kau berbincang sedikit seluk beluk hidupmu.
Disitu, aku sedikit banyak belajar mengetahui kisah lelaki tangguh.

Setelah pertemuan pertama kau bertanya mengapa aku menghindar, hampir setiap saat.
Bukan, aku sedikit berjalan menjauh.
Aku akan sangat khawatir akan hal-hal yang luar biasa.
Kau nyaman-kita semakin akrab-dan kau menjauh karena sebenarnya aku sangat menyebalkan.
Akhirnya aku paham akan pentingnya sedikit menjauh.

Satu langkah, dua meter, tiga mil, hingga tak terukur lagi jaraknya.
Semakin hari aku menjauh.
Kau hanya terlalu baik, untuk orang sepertiku.

Suatu hari aku begitu merasa bersalah.
Sangat hebat mengenai apa yang pernah kulakukan, hanya ketika aku sadar.
Ternyata kau merasa sungkan, merasa tak enak hati.
Hingga kau membisu-menunduk-menjauh.
Jika kau merasa lebih baik dengan cara itu, aku baik-baik saja.

Sejujurnya, aku merasakan ketulusan itu.
Dalam diam, kau peduli.
Lewat kawanmu, kau bawa aku menjauh dari asap rokok yang perlahan membabat habis paru-paru sehatku.
Aku yakin kau hanya peduli padaku, aku sangat berterimakasih.

Dengan segala kerendahan hati, maafkan sikap acuhku.
Beginilah aku, seolah aku apatis.
Tapi ingatlah, dalam lubuk hati aku sangat berterimakasih-tersanjung-tersipu atas kepedulianmu.
Bisakah kau lantunkan suaramu kembali? Aku ingin mendengarmu barang satu kata.

Untukmu yang peduli dalam diam.

Karya: Desfizar; Komunitas Kata Bicara © 

1 komentar: