Hanya Dengan Lelap.
Karya; Akbar Daffa Raharja
Diingat berat. Tapi, memang inilah adat jatuh cinta yang fana.
Cinta yang tak teranggap membuat mata ini terperanjat. Mulut mengulum umpatan penyesalan yang tak berani terucap.
Yakinkan saja, bahwa kopi adalah teman pelarian setiap kesendirian atau Puspa wanita imajinasi yang tak pernah hadir mendampingi. Tapi untuk kali ini atau hanya untuk masalah ini, Puspa dan Kopi sudah beranjak dari benak, tak mampu menanggungnya. Walau Puspa sudah dilumat basah dan Kopi disesap habis. Dirinya masih kering, dingin dan utuh.
Aku lumpuh.
Kenapa kau selalu hadir tapi aku tak pernah bisa berkata
'apakah ini takdir?'
Tidak, kita tak pernah tau apa itu takdir.
Bayanganmu bak senja yang menyeka peluh dan bayanganmu juga yang selalu membangunkanku sebelum shubuh
tapi aku tak pernah merasa ada aku yang tumbuh. Padamu.
Atau hanya aku? Yang terlalu berharap, mungkin ku pastikan saja mulai kopi yang terakhir. Kumatikan lampu kamarku, biar aku terlelap cepat, bayangmu tersesat dan aku tak terlalu banyak mengharap.
Hehehe
0 komentar: