Kecuali,jika ini benar terjadi
Oleh: Egi Heryanto
Awalnya aku akan bertanya kenapa aku bisa menyukainya. Mencari jawaban dan alasan apa saja yang masuk akal untuk menjelaskan bahwa aku tidak sedang tertarik pada perempuan selain Corine.
Ketika tidak menemukan jawaban atas pertanyaan yang aku cari. Aku akan menerka-nerka, seperti apa nanti jika aku bersamanya. Tidak, tidak! Hal yang lebih sederhana dulu. Mungkin, aku akan mulai dengan membayangkan bagaimana kalau aku dan dia duduk satu meja. Saling bertatap mata lalu membicarakan apa saja yang ada di kepala. Pada saat bersamaan aku juga akan menganilisa bagaimana dia, seperti apa sifatnya, dan tidak lupa mengamati wajahnya. Menggali segala macam hal yang bisa aku dapat dari pertemuan itu. Aku akan pulang sambil membawa sebuah kesimpulan awal tentangnya.
Berikutnya, yang terbesit adalah bagaimana kalau aku lebih dari sekadar menyukainya, naik ke satu tingkat lebih tinggi; tepatnya, jatuh cinta. Aku membayangkan, bagaimana dia juga sama tertariknya padaku dan jatuh cinta sejak perjumpaan pertama itu. Sampai pada titik, aku dan dia memilih bersama.
Aku akan membayangkan bagaimana nanti saat kita sudah berdua. Akan ada banyak sekali waktu dan itu tidak bisa dilewatkan beberapa detik saja untuk tidak menciptakan kenangan agar di waktu yang lain aku dan dia bisa mengingatnya.
Ada banyak sekali cara untuk mengabadikan setiap masa dengannya. Barangkali, aku akan mengajaknya pergi ke sebuah bengkel, membetulkan vespa kakekku. Setelah itu, kita akan menaikinya. Berkeliling, pergi terlalu jauh, sampai kita tidak tahu sedang berada di mana. Dia akan merasa kehilangan arah, sementara aku? sudah tersesat di balik hangat isi cardigannya. Kita memilih hilang, suwung dan berharap tidak ditemukan siapa-siapa.
Aku akan membiarkan alam menjadi satu-satunya saksi kita menyusun sebuah cerita. Berharap di tengah jalan hujan turun, membiarkan tubuh kita sama-sama basah terguyur. Saat itu aku akan membiarkanny benar-benar kedinginan lebih dulu, dan barulah aku; satu-satunya cara dia menghangatkan tubuh. Pelukan kita akan bercampur dengan air hujan. Namun aku tetap hangat yang rengkuh.
Lalu sore datang. Aku akan membawamu ke tempat terbaik di kota untuk melihat senja turun perlahan. Kita akan menjatuhkan badan di atas rumput yang terasa seperti kasur empuk lantas menghadap langit berwarna merah keemasan setelah hujan. Memaknai setiap detailnya, sampai lupa kalau malam mulai datang.
Aku akan mengajaknya ke sebuah perpustakaan, menemani menghabiskan buku-buku yang sudah aku pilih sebelumnya. Kita akan duduk di sebuah kursi kayu dalam waktu yang lama sambil bercerita dan membahas banyak hal tentang hidup. Aku juga akan membuatkannya sebuah kopi. Tapi kalau dia tidak suka karena alasan tertentu, aku akan membuatkannya teh hangat. Menyesapnya sambil bermain tebak-tebakan dan melihat bintang meredup sesekali hilang dari atas balkon rumahku.
Selepas itu aku akan mengantarkannya pulang, dengan sebotol beer di tangan kanan. Mobil sedan tua melaju, sambil memutar lagu-lagu yang kita suka. Dia tersenyum begitu manja.
Lalu,
Di depan rumahnya, ciuman adalah sebuah akhir dari pertemuan, juga hal-hal yang terlalu imajiner untuk seorang penulis yang terbangun di Minggu siang karena hujan. *
(Jakarta, 11 Oktober 2015 11:53)
• Karena alasan tertentu, imajinasi saya di luar kendali. Superego yang ada di alam bawah sadar membuat saya menghasilkan tulisan ini.
0 komentar: