Kreativitas

17.18.00 Unknown 0 Comments




Pada tahun 1967, seorang kritikus seni rupa dan sastra bernama Sir Herbert Read menerbitkan sebuah buku, (Horizon Press, New York), yaitu Puisi dan Pengalaman. Dalam buku ini dia mengatakan, bahwa kreativitas bukan kerja mudah. Dengan contoh-contoh yang banyak dan mantap dia berusaha menunjukkan, bahwa tidak sembarang orang dapat berkreasi, dan tidak semua orang yang dapat berkreasi dapat selamanya berkreasi. Bagi orang-orang jempolan pun, kreasi merupakan perjuangan yang mahaberat dan mahahebat. Selanjutnya dia menganjurkan kepada para seniman muda hendaknya mereka tidak gegabah. Dalam pandangan Herbert Read, banyak seniman muda dilanda oleh suatu penyakit, yaitu penyakit ingin menjadi seniman terkemuka, akan tetapi modalnya hanya dengkul.

Marilah kita melupakan Sir Herbert Read sejenak. Sekarang kita menengok ke buku lain, The Renaissance, yang diterbitkan pada tahun 1873 oleh seorang kritikus seni rupa dan sastra bernama Horatio Walter Pater. Buku ini mengenai jiwa dan semangat Renaissance. Salah satu bagian buku ini yang penting adalah pembicaraan mengenai pelukis Leonardo da Vinci. Karya-karya pelukis ini bermutu tinggi dan abadi. Lukisan-lukisannya, seperti misalnya "Medusa", "La Fanoriere", "Mona Lisa", dan lain-lain, menunjukkan betapa besar kemampuan kreativitas pelukis ini.

Mungkin kita akan terkejut kalau kita mengetahui bahwa meskipun Leonardo da Vinci seorang pelukis, hampir dalam seluruh perjalanan hidupnya dia tidak pernah bersikap sebagai pelukis. Pada waktu kecil dia suka berjalan-jalan seolah-seolah tanpa tujuan di kota kelahirannya, yaitu Florence, sering membeli burung dalam sangkar dan kemudian melepaskannya, mengenakan pakaian norak, naik kuda binal, memainkan instrumen musik yang dibuatnya sendiri, dan sebagainya.

Menjelang dewasa, dia suka mencampur-campur cat tanpa tujuan untuk melukis. Kemudia dia suka memperhatikan gejala-gejala alam. Dia tahu mengapa sebagian bulan tidak bercahaya terang, dia tahu gerak-gerik air laut di daerah khatulistiwa, dia juga tahu bahwa gunung-gunung yang banyak karangnya dahulu kala pernah menjadi bagian laut. Pada waktu itu, yaitu abad kelima belas, dia sudah dapat meramalkan bahwa pada suatu saat kelak manusia akan dapat terbang, atau menciptakan alat untuk terbang. Pada waktu itu belum ada satu orang pun yang mempunyai pikiran sejauh itu kecuali dia, dan kecuali para tokoh dalam dunia mitologi.

Pada hari tuanya dia banyak bergaul dengan para ahli ilmu pengetahuan, seperti misalnya ahli matematika, ahli anatomi, dan lain-lain. Sikap dan gaya hidupnya bukan sebagai seniman, akan tetapi sebagai ahli ilmu pengetahuan. Dan memang dia banyak menulis buku mengenai ilmu pengetahuan, yang notabene juga banyak mempunyai pengaruh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan.

Bagi Leonardo da Vinci, saat-saat kreativitas itu sendiri tidak begitu perlu. Yang lebih perlu baginya adalah proses yang dapat melahirkan kreativitas. Proses ini panjang. Dalam proses ini dia tidak diam, atau hidup tidak keruan serta eksentrik, akan tetapi bekerja keras. Dia bekerja keras bukan untuk melukis itu sendiri, akan tetapi menjadi seorang intelektual, yang selalu ingin tahu, selalu ingin menambah ketajaman pandangannya, dan selalu ingin menambah ketajaman otaknya. Andai kata dia hanya melukis saja, mungkin dia tidak akan menjadi apa-apa. Baginya, belajar adalah lebih penting dari melukis itu sendiri, sedangkan melukis itu sendiri baginya relatif mudah.

Baru-baru ini, dalam perjalanan saya ke Sumatra bersama Sapardi Djoko Damono, saya diundang untuk omong-omong oleh Mursal Esten, Kepala Taman Budaya Padang. Dalam kesempatan itu pengarang Chairul Harun bertanya, apakah seorang seniman sebaiknya seorang peneliti. Saya menjawab, memang demikian. Akan tetapi lebih dari itu, jawab saya, seorang seniman yang baik mempunyai sikap akan hidup intelektual, yaitu selalu mencari, selalu mengkaji, dan hidup dengan baik. Sikap hidup yang demikian inilah yang menunjang kreativitas. Dan tentu saja pengertian "penelitian" di sini bukannya dalam arti yang formal, yang mempergunakan berbagai matriks, tanda-tanda panah, gambar-gambar bulatan, permainan statistik, serta hal-hal semacam itu seperti yang lazimnya dilakukan oleh orang-orang ilmiah, pura-pura ilmiah, atau sok ilmiah.

Pertanyaan Chairul Harun mengingatkan saya pada beberapa cerpen yang baru-baru ini saya baca. Cerpen-cerpen tersebut diikutkan dalam beberapa lokakarya penulisan cerpen, sayembara menulis cerpen, dan lain-lain. Ada juga beberapa di antaranya yang dimuat dalam berbagai media. Semua cerpen tersebut ditulis oleh penulis-penulis muda.

Rupanya, para penulis cerpen tersebut sadar, bahwa kreativitas bukanlah kerja merenung tanpa menghasilkan apa-apa, akan tetapi kerja keras untuk menghasilkan sesuatu. Rupanya mereka juga yakin, bahwa untuk dapat berkreasi orang tidak perlu hidup seenaknya. Karena itulah mereka menertawakan seniman yang kerjanya hanya menjadi parasit, luntang-lanting, dan omong besar, dengan karya yang notabene juga nol besar.

Sumber:

Tulisan ini diambil dari  "Kreativitas" di buku Solilokui Kumpulan Esei Sastra, Budi Darma, hal 18-20.

0 komentar: